MAKALH
SEJARAH INDONESIA
Perkembangan Politik pada Awal Kemerdekaan
Perjuangan Mempertahankan kemerdekaan Melalui Perundingan
DISUSUN OLEH
USMAN AZRI
ADMINISTRASI PERKANTORAN 1
SMKN 2 MATARAM
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Karena berkat karunianyalah saya bisa menyelesaikan laporan ini.
Laporan yang kami buat ini selain bertujuan untuk
memenuhi tugas Sejarah, juga untuk dapat menambah wawasan bagi pembaca dan kita
semua mengenai sejarah perkembangan politik di Indonesia pada awal kemerdekaandan
perjuangan mempertahankan kemerdekaan melalui perundingan.
Untuk itu kami membutuhkan saran dan kritik pembaca
agar kami dapat lebih baik lagi dalam pembuatan makalah untuk kedepannya. Dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Mataram, 6 mei 2014
Penyusun
USMAN AZRI
XI ADMINISTRASI PERKANTORAN 1
XI ADMINISTRASI PERKANTORAN 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
A.
LATAR BELAKANG
B.
RUMUSAN MASALAH
C.
TUJUAN
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. PERKEMBANGAN POLITIK PADA AWAL KEMERDEKAAN
1.1. Keragaman Ideologi Partai Politik di Indonesia
1.2. Hubungan antara KNIP dan Lembaga Pemerintahan
1.3. Hubungan antara Keragaman Ideologi dan lembaga
kepresidenan
1.4. Konfigurasi Politik Era Orde Lama
1.5. Konfigurasi Politik Era Orde Baru
1.6. Partai Politik
2.1. Partai Politik dalam Era Orde Lama
2.2. Partai Politik dalam Era Orde Baru
B. Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Melalui Perundingan
3.1. Sebab-sebab Diadakannya Perjanjian
3.2. Perjanjian Linggarjati
33. Perjanjian Renville
3.4. Perjanjian Roem-Royen
3.5. Konferensi
Meja Bundar
BAB III
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran-Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia adalah
negara yang cinta damai, tatepi kita lebih mencintai kemerdekaan. Kemerdekaan wajib
dipertahankan walaupun nyawa sebagai taruhannya. Setelah para pemimpin bangsa
berjuang mempertahankan kemerdekaan secara fisik tak juga berhasil maka para
pemimpin kita melakukan perjuangan melalui meja perundingan.
Berikut adalah
beberapa usaha mempertahankan kemerdekaan melalui jalan damai atau melalui meja
perundingan.
Pada periode awal kemerdekaan, partai politik dibentuk
dengan derajat kebebasan yang luas bagi setiap warga negara untuk membentuk dan
mendirikan partai politik. Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bangsa
Indonesia masuk dalam suatu babak kehidupan baru sebagai bangsa yang merdeka
dan berdaulat penuh. Dalam perjalanan sejarahnya bangsa Indonesia mengalami
berbagai perubahan asas, paham, ideologi dan doktrin dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dan melalui berbagai hambatan dan ancaman yang
membahayakan perjuangan bangsa indonesia dalam mempertahankan serta mengisi
kemerdekaan.
Pada dasarnya, perkembangan situasi politik dan
kenegaraan Indonesia pada awal kemerdekaan sangat dipengaruhi oleh pembentukan
KNIP serta dikeluarkannya Maklumat Politik 3 November 1945 oleh wakil Presiden
Moh. Hatta. Isi maklumat tersebut menekankan pentingnya kemunculan
partai-partai politik di Indonesia. Partai politik harus muncul sebelum
pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat yang dilangsungkan pada Januari 1946.
Wujud berbagai hambatan adalah disintegrasi dan
instabilisasi nasional sejak periode orde lama yang berpuncak pada
pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah Supersemar sebagai titik
balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Baru yang merupakan koreksi total
terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama dimana masih terlihat kentalnya
mekanisme, fungsi dan struktur politik yang tradisional berlandaskan ideoligi sosialisme
komunisme.
Konfigurasi politik, menurut Dr. Moh. Mahfud MD, SH,
mengandung arti sebagai susunan atau konstelasi kekuatan politik yang secara
dikotomis dibagi atas dua konsep yang bertentangan secara diametral, yaitu
konfigurasi politik demokratis dan konfigurasi politik otoriter.
Konfigurasi politik yang ada pada periode orde lama
membawa bangsa Indonesia berada dalam suatu rezim pemerintahan yang otoriter
dengan berbagai produk-produk hukum yang konservatif dan pergeseran struktur
pemerintahan yang lebih sentralistik melalui ketatnya pengawasan pemerintah
pusat terhadap pemerintah daerah. Pada masa ini pula politik kepartaian sangat
mendominasi konfigurasi politik yang terlihat melalui revolusi fisik serta
sistem yang otoriter sebagai esensi feodalisme.
Sedangkan dibawah kepemimpinan rezim Orde Baru yang
mengakhiri tahapan tradisional tersebut pembangunan politik hukum memasuki era
lepas landas lewat proses Rencana Pembangunan Lima Tahun yang berkesinambungan
dengan pengharapan Indonesia dapat menuju tahap kedewasaan (maturing society)
dan selanjutnya berkembang menuju bangsa yang adil dan makmur.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Keragaman Ideologi Partai Politik di Indonesia
2. Bagaimana Hubungan antara KNIP dan Lembaga Pemerintahan
3. Bagaimana Hubungan antara Keragaman Ideologi dan Pembentukan Lembaga
Kepresidenan
4. Bagaimana Konfigurasi Politik Era Orde Lama
5. Bagaimana Konfigurasi Politik Era Orde Baru
6. Apa Partai Politik
7. Bagaimana Partai Politik dalam Era Orde Lama
8. Bagaimana Partai Politik dalam Era Orde Baru
9. Apa sebab-sebab diadakannya perjanjian?
1. Bagaimana Keragaman Ideologi Partai Politik di Indonesia
2. Bagaimana Hubungan antara KNIP dan Lembaga Pemerintahan
3. Bagaimana Hubungan antara Keragaman Ideologi dan Pembentukan Lembaga
Kepresidenan
4. Bagaimana Konfigurasi Politik Era Orde Lama
5. Bagaimana Konfigurasi Politik Era Orde Baru
6. Apa Partai Politik
7. Bagaimana Partai Politik dalam Era Orde Lama
8. Bagaimana Partai Politik dalam Era Orde Baru
9. Apa sebab-sebab diadakannya perjanjian?
10.
Bagaimana perisiwa perjanjian linggarjati?
11.
Bagaimana perisiwa perjanjian renville?
12.
Bagaimana perisiwa perjanjian roem-royen?
13.
Bagaimana perisiwa konferensi meja bundar?
C. Tujuan
1.
Mengetahui Keragaman Ideologi Partai Politik di Indonesia
2. Mengetahui Hubungan antara KNIP dan Lembaga Pemerintahan
3. Mengetahui Hubungan antara Keragaman Ideologi dan Pembentukan Lembaga
Kepresidenan
4. Mengetahui Konfigurasi Politik Era Orde Lama
5. Mengetahui Bagaimana Partai Politik dalam Era Orde Baru
6. Mengetahui Apa Partai Politik
7. Mengetahui Bagaimana Partai Politik dalam Era Orde Lama
8. Mengetahui Konfigurasi Politik Era Orde Baru
9. Mengetahui sebab-sebab diadakannya perjanjian.
10. Mengetahui perisiwa perjanjian linggarjati.
11. Mengetahui perisiwa perjanjian renville.
12. Mengetahui perisiwa perjanjian roem-royen.
13. Mengetahui perisiwa perjanjian meja bundar.
2. Mengetahui Hubungan antara KNIP dan Lembaga Pemerintahan
3. Mengetahui Hubungan antara Keragaman Ideologi dan Pembentukan Lembaga
Kepresidenan
4. Mengetahui Konfigurasi Politik Era Orde Lama
5. Mengetahui Bagaimana Partai Politik dalam Era Orde Baru
6. Mengetahui Apa Partai Politik
7. Mengetahui Bagaimana Partai Politik dalam Era Orde Lama
8. Mengetahui Konfigurasi Politik Era Orde Baru
9. Mengetahui sebab-sebab diadakannya perjanjian.
10. Mengetahui perisiwa perjanjian linggarjati.
11. Mengetahui perisiwa perjanjian renville.
12. Mengetahui perisiwa perjanjian roem-royen.
13. Mengetahui perisiwa perjanjian meja bundar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERKEMBANGAN POLITIK PADA AWAL KEMERDEKAAN
1.1. Keragaman Ideologi Partai Politik di Indonesia
Maklumat Politik 3 November 1945,
yang dikeluarkan oleh Moh. Hatta, hadir sebagai sebuah peraturan dari
pemerintah Indonesia yang bertujuan mengakomodasi suara rakyat yang majemuk.
Akibatnya, munculah partai-partai politik dengan berbagai ideologi.
Partai-partai politik tersebut mempunyai arah dan metode pergerakan yang
berbeda-beda.
Di antaranya adalah partai politik berhaluan nasionalis, yaitu PNI penggabungan dari Partai Rakyat Indonesia, Serikat Rakyat Indonesia, dan Gabungan Republik Indonesia yang berdiri pada 29 Januari 1946, dipimpin oleh Sidik Djojosukaro.
Kemunculan partai-partai berhaluan sosialis-komunis pada awalnya merupakan bentuk pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Namun, seiring perkembangannya, partai ini menerapkan cara revolusioner yang tidak dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.
Di antaranya adalah partai politik berhaluan nasionalis, yaitu PNI penggabungan dari Partai Rakyat Indonesia, Serikat Rakyat Indonesia, dan Gabungan Republik Indonesia yang berdiri pada 29 Januari 1946, dipimpin oleh Sidik Djojosukaro.
Kemunculan partai-partai berhaluan sosialis-komunis pada awalnya merupakan bentuk pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Namun, seiring perkembangannya, partai ini menerapkan cara revolusioner yang tidak dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.
1.2. Hubungan antara KNIP dan Lembaga Pemerintahan
Dilatarbelakangi oleh berbagai situasi
negara yang genting, seperti keadaan Jakarta di awal 1946, yang sangat rawan
oleh teror dan intimidasi pihak asing , mengharuskan para petinggi bangsa untuk
memindahkan ibu kota negara ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946 untuk sementara
waktu.
Pada dasarnya, posisi wewenang KNIP dikukuhkan melalui Maklumat X, 16 Oktober 1945, yang memberikan kuasa legislatif terhadap badan tersebut. Dengan maklumat itu, KNIP yang dibentuk pada 22 Agustus 1945, berposisi seperti layaknya Dewan Perwakilan Rakyat untuk sementara waktu sebelum dilaksanakannya pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang sebenarnya. Tugas Komisi Nasional Indonesia Pusat (KNIP) adalah membantu dan menjadi pengawas kinerja presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan. KNIP mempunyai kuasa untuk memberikan usulan kebijakan kepada presiden dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.
Sementara itu, Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) bertugas untuk membantu dan mengawasi jalannya kinerja pemerintahan di tataran lebih rendah daripada presiden, seperti gubernur dan bupati.
Pada dasarnya, posisi wewenang KNIP dikukuhkan melalui Maklumat X, 16 Oktober 1945, yang memberikan kuasa legislatif terhadap badan tersebut. Dengan maklumat itu, KNIP yang dibentuk pada 22 Agustus 1945, berposisi seperti layaknya Dewan Perwakilan Rakyat untuk sementara waktu sebelum dilaksanakannya pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang sebenarnya. Tugas Komisi Nasional Indonesia Pusat (KNIP) adalah membantu dan menjadi pengawas kinerja presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan. KNIP mempunyai kuasa untuk memberikan usulan kebijakan kepada presiden dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.
Sementara itu, Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) bertugas untuk membantu dan mengawasi jalannya kinerja pemerintahan di tataran lebih rendah daripada presiden, seperti gubernur dan bupati.
1.3. Hubungan antara Keragaman Ideologi dan
Pembentukan Lembaga Kepresidenan
Terdapatnya keragaman ideologi yang
terbagi ke dalam golongan nasionalis, agama, dan sosialis-komunis pada era awal
kemerdekaan ternyata mengandung implikasi yang signifikan terhadap struktur
kepemimpinan negara. Perubahan otoritas KNIP dan munculnya berbagai partai
politik di Indonesia menjadi dua katalisator utama terhadap perubahan struktur
kekuasaan pemerintahan. Naiknya Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri Indonesia
juga memiliki andil dalam perubahan itu.
Lembaga kepresidenan sendiri telah dibentuk pada 2 September 1945, pada kesempatan itu, Presiden Soekarno membentuk susunan kabinet sebagai pelaksana eksekutif dari lembaga kepresidenan Indonesia. Hal itu merupakan manifestasi dari penguatan lembaga kepresidenan untuk dapat melaksanakan tugas negara dengan optimal.
Susunan kabinet yang dibentuk pada 2 September 1945, pada dasarnya, mencerminkan komposisi yang mewakili keragaman ideologi di Indonesia. Meskipun partai-partai politik baru bermunculan, setelah dikeluarkannya Maklumat 3 November 1945, kondisi keragaman ideologi ini telah berperan besar dalam susunan lembaga kepresidenan negara.
Lembaga kepresidenan sendiri telah dibentuk pada 2 September 1945, pada kesempatan itu, Presiden Soekarno membentuk susunan kabinet sebagai pelaksana eksekutif dari lembaga kepresidenan Indonesia. Hal itu merupakan manifestasi dari penguatan lembaga kepresidenan untuk dapat melaksanakan tugas negara dengan optimal.
Susunan kabinet yang dibentuk pada 2 September 1945, pada dasarnya, mencerminkan komposisi yang mewakili keragaman ideologi di Indonesia. Meskipun partai-partai politik baru bermunculan, setelah dikeluarkannya Maklumat 3 November 1945, kondisi keragaman ideologi ini telah berperan besar dalam susunan lembaga kepresidenan negara.
1.4. Konfigurasi Politik Era Orde Lama
Presiden Soekarno pada tanggal 5
Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya pembubaran konstituante,
diundangkan dengan resmi dalam Lembaran Negara tahun 1959 No. 75, Berita Negara
1959 No. 69 berintikan penetapan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak
berlakunya lagi UUDS 1950, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Salah satu dasar
pertimbangan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah gagalnya
konstituante melaksanakan tugasnya.
Pada masa ini Soekarno memakai sistem demokrasi terpimpin. Tindakan Soekarno mengeluarkan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 dipersoalkan keabsahannya dari sudut yuridis konstitusional, sebab menurut UUDS 1950 Presiden tidak berwenang “memberlakukan” atau “tidak memberlakukan” sebuah UUD, seperti yang dilakukan melalui dekrit. Sistem ini yang mengungkapkan struktur, fungsi dan mekanisme, yang dilaksanakan ini berdasarkan pada sistem “Trial and Error” yang perwujudannya senantiasa dipengaruhi bahkan diwarnai oleh berbagai paham politik yang ada serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang cepat berkembang. Maka problema dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berkembang pada waktu itu bukan masalah-masalah yang bersifat ideologis politik yang penuh dengan norma-norma ideal yang benar, tetapi masalah-masalah praktis politik yang mengandung realitas-realitas objektif serta mengandung pula kemungkinan-kemungkinan untuk dipecahkan secara baik, walaupun secara normatif ideal kurang atau tidak benar. Bahkan kemudian muncul penamaan sebagai suatu bentuk kualifikasi seperti “Demokrasi Terpimpin” dan “Demokrasi Pancasila”.
Berbagai “Experiment” tersebut ternyata menimbulkan keadaan “excessive” (berlebihan) baik dalam bentuk “Ultra Demokrasi” (berdemokrasi secara berlebihan) seperti yang dialami antara tahun 1950-1959, maupun suatu kediktatoran terselubung (verkapte diktatuur) dengan menggunakan nama demokrasi yang dikualifikasi (gekwalificeerde democratie).
Sistem “Trial and Error” telah membuahkan sistem multi ideologi dan multi partai politik yang pada akhirnya melahirkan multi mayoritas, keadaan ini terus berlangsung hingga pecahnya pemberontakan DI/TII yang berhaluan theokratisme Islam fundamental (1952-1962) dan kemudian Pemilu 1955 melahirkan empat partai besar yaitu PNI, NU, Masyumi dan PKI yang secara perlahan terjadi pergeseran politik ke sistem catur mayoritas. Kenyataan ini berlangsung selama 10 tahun dan terpaksa harus kita bayar tingggi berupa :
1) Gerakan separatis pada tahun 1957
2) Konflik ideologi yang tajam yaitu antara Pancasila dan ideologi Islam, sehingga terjadi kemacetan total di bidang Dewan Konstituante pada tahun 1959.
Oleh karena konflik antara Pancasila dengan theokratis Islam fundamentalis itu telah mengancam kelangsungan hidup Negara Pancasila 17 Agustus 1945, maka terjadilah Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 dengan tujuan kembali ke UUD 1945 yang kemudian menjadi dialog Nasional yang seru antara yang Pro dan yang Kontra. Yang Pro memandang dari kacamata politik, sedangkan yang Kontra dari kacamata Yuridis Konstitusional.
Akhirnya memang masalah Dekrit Presiden tersebut dapat diselesaikan oleh pemerintah Orde Baru, sehingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kelak dijadikan salah satu sumber hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya pada perang revolusi yang berlangsung tahun 1960-1965, yang sebenarnya juga merupakan prolog dari pemberontakan Gestapu/PKI pada tahun 1965, telah memberikan pelajaran-pelajaran politik yang sangat berharga walau harus kita bayar dengan biaya tinggi.
Pada masa ini Soekarno memakai sistem demokrasi terpimpin. Tindakan Soekarno mengeluarkan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 dipersoalkan keabsahannya dari sudut yuridis konstitusional, sebab menurut UUDS 1950 Presiden tidak berwenang “memberlakukan” atau “tidak memberlakukan” sebuah UUD, seperti yang dilakukan melalui dekrit. Sistem ini yang mengungkapkan struktur, fungsi dan mekanisme, yang dilaksanakan ini berdasarkan pada sistem “Trial and Error” yang perwujudannya senantiasa dipengaruhi bahkan diwarnai oleh berbagai paham politik yang ada serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang cepat berkembang. Maka problema dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berkembang pada waktu itu bukan masalah-masalah yang bersifat ideologis politik yang penuh dengan norma-norma ideal yang benar, tetapi masalah-masalah praktis politik yang mengandung realitas-realitas objektif serta mengandung pula kemungkinan-kemungkinan untuk dipecahkan secara baik, walaupun secara normatif ideal kurang atau tidak benar. Bahkan kemudian muncul penamaan sebagai suatu bentuk kualifikasi seperti “Demokrasi Terpimpin” dan “Demokrasi Pancasila”.
Berbagai “Experiment” tersebut ternyata menimbulkan keadaan “excessive” (berlebihan) baik dalam bentuk “Ultra Demokrasi” (berdemokrasi secara berlebihan) seperti yang dialami antara tahun 1950-1959, maupun suatu kediktatoran terselubung (verkapte diktatuur) dengan menggunakan nama demokrasi yang dikualifikasi (gekwalificeerde democratie).
Sistem “Trial and Error” telah membuahkan sistem multi ideologi dan multi partai politik yang pada akhirnya melahirkan multi mayoritas, keadaan ini terus berlangsung hingga pecahnya pemberontakan DI/TII yang berhaluan theokratisme Islam fundamental (1952-1962) dan kemudian Pemilu 1955 melahirkan empat partai besar yaitu PNI, NU, Masyumi dan PKI yang secara perlahan terjadi pergeseran politik ke sistem catur mayoritas. Kenyataan ini berlangsung selama 10 tahun dan terpaksa harus kita bayar tingggi berupa :
1) Gerakan separatis pada tahun 1957
2) Konflik ideologi yang tajam yaitu antara Pancasila dan ideologi Islam, sehingga terjadi kemacetan total di bidang Dewan Konstituante pada tahun 1959.
Oleh karena konflik antara Pancasila dengan theokratis Islam fundamentalis itu telah mengancam kelangsungan hidup Negara Pancasila 17 Agustus 1945, maka terjadilah Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 dengan tujuan kembali ke UUD 1945 yang kemudian menjadi dialog Nasional yang seru antara yang Pro dan yang Kontra. Yang Pro memandang dari kacamata politik, sedangkan yang Kontra dari kacamata Yuridis Konstitusional.
Akhirnya memang masalah Dekrit Presiden tersebut dapat diselesaikan oleh pemerintah Orde Baru, sehingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kelak dijadikan salah satu sumber hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya pada perang revolusi yang berlangsung tahun 1960-1965, yang sebenarnya juga merupakan prolog dari pemberontakan Gestapu/PKI pada tahun 1965, telah memberikan pelajaran-pelajaran politik yang sangat berharga walau harus kita bayar dengan biaya tinggi.
1.5. Konfigurasi Politik Era Orde Baru
Peristiwa yang lazim disebut Gerakan
30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) menandai pergantian orde dari
Orde Lama ke Orde Baru. Pada tanggal 1 Maret 1966 Presiden Soekarno dituntut
untuk menandatangani sebuah surat yang memerintahkan pada Jenderal Soeharto
untuk mengambil segala tindakan yang perlu untuk keselamatan negara dan
melindungi Soekarno sebagai Presiden. Surat yang kemudian dikenal dengan sebutan
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) itu diartikan sebagai media pemberian
wewenang kepada Soeharto secara penuh.
Orde Baru dikukuhkan dalam sebuah sidang MPRS yang berlangsung pada Juni-Juli 1966. diantara ketetapan yang dihasilkan sidang tersebut adalah mengukuhkan Supersemar dan melarang PKI berikut ideologinya tubuh dan berkembang di Indonesia. Menyusul PKI sebagai partai terlarang, setiap orang yang pernah terlibat dalam aktivitas PKI ditahan. Sebagian diadili dan dieksekusi, sebagian besar lainnya diasingkan ke pulau Buru.
Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut dengan konsensus nasional. Ada dua macam konsensus nasional, yaitu :
1) Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Konsensus pertama ini disebut juga dengan konsensus utama.
2) Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara melaksanakan konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai lanjutan dari konsensus utama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Konsensus kedua lahir antara pemerintah dan partai-partai politik dan masyarakat.
Secara umum, elemen-elemen penting yang terlibat dalam perumusan konsensus nasional antara lain pemerintah, TNI dan beberapa organisasi massa. Konsensus ini kemudian dituangkan kedalam TAP MPRS No. XX/1966, sejak itu konsensus nasional memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi seluruh rakyat Indonesia.
Beberapa hasil konsensus tersebut antara lain penyederhanaan partai politik dan keikutsertaan TNI/Polri dalam keanggotaan MPR/DPR. Berdasarkan semangat konsensus nasional itu pemerintah Orde Baru dapat melakukan tekanan-tekanan politik terhadap partai politik yang memiliki basis massa luas. Terlebih kepada PNI yang nota bene partai besar dan dinilai memiliki kedekatan dengan rezim terdahulu. Pemerintah orde baru juga melakukan tekanan terhadap partai-partai dengan basis massa Islam. Satu contoh ketika para tokoh Masyumi ingin menghidupkan kembali partainya yang telah dibekukan pemerintah Orde Lama, pemerintah memberi izin dengan dua syarat. Pertama, tokoh-tokoh lama tidak boleh duduk dalam kepengurusan partai. Kedua, masyumi harus mengganti nama sehingga terkesan sebagai partai baru.
Pada Pemilu 1971 partai-partai politik disaring melalui verifikasi hingga tinggal sepuluh partai politik yang dinilai memenuhi syarat untuk menjadi peserta pemilu. Dalam pemilu kali ini didapati Golongan Karya (Golkar) menjadi peserta pemilu. Pada mulanya Golkar merupakan gabungan dari berbagai macam organisasi fungsional dan kekaryaan, yang kemudian pula pada 20 Oktober 1984 mendirikan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Tujuannya antara lain memberikan perlindungan kepada kelompok-kelompok fungsional dan mengkoordinir mereka dalam front nasional. Sekber Golkar ini merupakan organisasi besar yang dikonsolidasikan dalam kelompok-kelompok induk organisasi seperti SOKSI, KOSGORO, MKGR dan lainnya sebagai “Political Battle Unit “ rezim orde baru.
Pasca pemilu 1971 muncul kembali ide-ide penyederhanaan partai yang dilandasi penilaian hal tersebut harus dilakukan karena partai politik selalu menjadi sumber yang mengganggu stabilitas, gagasan ini menimbulkan sikap Pro dan Kontra karena dianggap membatasi atau mengekang aspirasi politik dan membentuk partai-partai hanya kedalam golongan nasional, spiritual dan karya.
Pada tahun 1973 konsep penyederhanaan partai (Konsep Fusi) sudah dapat diterima oleh partai-partai yang ada dan dikukuhkan melalui Undang-Undang No. 3/1975 tentang Partai Politik dan Golongan, sistem fusi ini berlangsung hingga lima kali Pemilu selama pemerintahan orde baru (1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997).
Orde Baru dikukuhkan dalam sebuah sidang MPRS yang berlangsung pada Juni-Juli 1966. diantara ketetapan yang dihasilkan sidang tersebut adalah mengukuhkan Supersemar dan melarang PKI berikut ideologinya tubuh dan berkembang di Indonesia. Menyusul PKI sebagai partai terlarang, setiap orang yang pernah terlibat dalam aktivitas PKI ditahan. Sebagian diadili dan dieksekusi, sebagian besar lainnya diasingkan ke pulau Buru.
Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut dengan konsensus nasional. Ada dua macam konsensus nasional, yaitu :
1) Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Konsensus pertama ini disebut juga dengan konsensus utama.
2) Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara melaksanakan konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai lanjutan dari konsensus utama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Konsensus kedua lahir antara pemerintah dan partai-partai politik dan masyarakat.
Secara umum, elemen-elemen penting yang terlibat dalam perumusan konsensus nasional antara lain pemerintah, TNI dan beberapa organisasi massa. Konsensus ini kemudian dituangkan kedalam TAP MPRS No. XX/1966, sejak itu konsensus nasional memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi seluruh rakyat Indonesia.
Beberapa hasil konsensus tersebut antara lain penyederhanaan partai politik dan keikutsertaan TNI/Polri dalam keanggotaan MPR/DPR. Berdasarkan semangat konsensus nasional itu pemerintah Orde Baru dapat melakukan tekanan-tekanan politik terhadap partai politik yang memiliki basis massa luas. Terlebih kepada PNI yang nota bene partai besar dan dinilai memiliki kedekatan dengan rezim terdahulu. Pemerintah orde baru juga melakukan tekanan terhadap partai-partai dengan basis massa Islam. Satu contoh ketika para tokoh Masyumi ingin menghidupkan kembali partainya yang telah dibekukan pemerintah Orde Lama, pemerintah memberi izin dengan dua syarat. Pertama, tokoh-tokoh lama tidak boleh duduk dalam kepengurusan partai. Kedua, masyumi harus mengganti nama sehingga terkesan sebagai partai baru.
Pada Pemilu 1971 partai-partai politik disaring melalui verifikasi hingga tinggal sepuluh partai politik yang dinilai memenuhi syarat untuk menjadi peserta pemilu. Dalam pemilu kali ini didapati Golongan Karya (Golkar) menjadi peserta pemilu. Pada mulanya Golkar merupakan gabungan dari berbagai macam organisasi fungsional dan kekaryaan, yang kemudian pula pada 20 Oktober 1984 mendirikan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Tujuannya antara lain memberikan perlindungan kepada kelompok-kelompok fungsional dan mengkoordinir mereka dalam front nasional. Sekber Golkar ini merupakan organisasi besar yang dikonsolidasikan dalam kelompok-kelompok induk organisasi seperti SOKSI, KOSGORO, MKGR dan lainnya sebagai “Political Battle Unit “ rezim orde baru.
Pasca pemilu 1971 muncul kembali ide-ide penyederhanaan partai yang dilandasi penilaian hal tersebut harus dilakukan karena partai politik selalu menjadi sumber yang mengganggu stabilitas, gagasan ini menimbulkan sikap Pro dan Kontra karena dianggap membatasi atau mengekang aspirasi politik dan membentuk partai-partai hanya kedalam golongan nasional, spiritual dan karya.
Pada tahun 1973 konsep penyederhanaan partai (Konsep Fusi) sudah dapat diterima oleh partai-partai yang ada dan dikukuhkan melalui Undang-Undang No. 3/1975 tentang Partai Politik dan Golongan, sistem fusi ini berlangsung hingga lima kali Pemilu selama pemerintahan orde baru (1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997).
1.6. Partai Politik
Melihat sejarah sepanjang Orde Lama
sampai Orde Baru partai politik mempunyai peran dan posisi yang sangat penting
sebagai kendaraan politik sekelompok elite yang berkuasa, sebagai ekspresi ide,
pikiran, pandangan dan keyakinan kebebasan. Pada umumnya para ilmuwan politik
menggambarkan adanya empat fungsi partai politik, menurut Miriam Budiardjo
meliputi:
1) Sarana komunikasi politik;
2) Sosialisasi politik;
3) Sarana rekruitmen politik;
4) Pengatur konflik.
Keempat fungsi tersebut sama-sama terkait dimana partai politik berperan dalam upaya mengartikulasikan kepentingan (Interests Articulation) dimana berbagai ide-ide diserap dan diadvokasikan sehingga dapat mempengaruhi materi kebijakan kenegaraan. Terkait sebagai sarana komunikasi politik, partai politik juga berperan mensosialisasikan ide, visi dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik serta sebagai sarana rekruitmen kaderisasi pemimpin Negara. Sedangkan peran sebagai pengatur konflik, partai politik berperan menyalurkan berbagai kepentingan yang berbeda-beda.
Disamping itu, partai politik juga memiliki fungsi sebagai pembuat kebijaksanaan, dalam arti bahwa suatu partai politik akan berusaha untuk merebut kekuasaan secara konstitusional, sehingga setelah mendapatkan kekuasaannya yang legitimate maka partai politik ini akan mempunyai dan memberikan pengaruhnya dalam membuat kebijaksanaan yang akan digunakan dalam suatu pemerintahan.
Dengan demikian, fungsi partai politik secara garis besar adalah sebagai kendaraan untuk memenuhi aspirasi warga negara dalam mewujudkan hak memilih dan hak dipilihnya dalam kehidupan bernegara.
Selanjutnya, sejarah kepartaian di Indonesia merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan Indonesia. Dari sejarah tersebut dapai dilihat bahwa keberadaan kepartaian di Indonesia bertujuan untuk :
1) Sarana komunikasi politik;
2) Sosialisasi politik;
3) Sarana rekruitmen politik;
4) Pengatur konflik.
Keempat fungsi tersebut sama-sama terkait dimana partai politik berperan dalam upaya mengartikulasikan kepentingan (Interests Articulation) dimana berbagai ide-ide diserap dan diadvokasikan sehingga dapat mempengaruhi materi kebijakan kenegaraan. Terkait sebagai sarana komunikasi politik, partai politik juga berperan mensosialisasikan ide, visi dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik serta sebagai sarana rekruitmen kaderisasi pemimpin Negara. Sedangkan peran sebagai pengatur konflik, partai politik berperan menyalurkan berbagai kepentingan yang berbeda-beda.
Disamping itu, partai politik juga memiliki fungsi sebagai pembuat kebijaksanaan, dalam arti bahwa suatu partai politik akan berusaha untuk merebut kekuasaan secara konstitusional, sehingga setelah mendapatkan kekuasaannya yang legitimate maka partai politik ini akan mempunyai dan memberikan pengaruhnya dalam membuat kebijaksanaan yang akan digunakan dalam suatu pemerintahan.
Dengan demikian, fungsi partai politik secara garis besar adalah sebagai kendaraan untuk memenuhi aspirasi warga negara dalam mewujudkan hak memilih dan hak dipilihnya dalam kehidupan bernegara.
Selanjutnya, sejarah kepartaian di Indonesia merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan Indonesia. Dari sejarah tersebut dapai dilihat bahwa keberadaan kepartaian di Indonesia bertujuan untuk :
a) untuk menghapuskan penindasan dan
pemerasan di Indonesia khususnya dan didunia
pada umumnya (kolonialisme dan imperialisme),
b) untuk mencerdaskan bangsa Indonesia,
c) untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Untuk melaksanakan tujuan utama diatas perlu ditentukan sasaran antara, yaitu;
pada umumnya (kolonialisme dan imperialisme),
b) untuk mencerdaskan bangsa Indonesia,
c) untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Untuk melaksanakan tujuan utama diatas perlu ditentukan sasaran antara, yaitu;
·
Kemerdekaan di bidang politik, ekonomi dan budaya nusa
dan bangsa,
·
Pemerintahan Negara yang demokratis,
·
Menentukan Undang-Undang Dasar Negara yang memuat
ketentuan-ketentuan dan norma-norma yang sesuai dengan nilai-nilai sosialistis
paternalistic yang agamais dan manusiawi.
Dari perjalanan sejarah kehidupan politik Indonesia tersebut, secara umum terdapat dua ciri utama yang mewarnai pendirian dan pergeseran masing-masing organisasi politik dan golongan fungsional yang ada, yaitu:
1) Kesamaan Cara untuk melaksanakan gerak kehidupan politik, organisasi politik dan golongan fungsional, yaitu didasarkan pada persatuan dan kesatuan yang bersumber pada kepentingan nasional dan bermuara pada kepentingan internasional. Untuk mewujudkan hal-hal tersebut ditempuh melalui prinsip adanya kedaulatan rakyat Indonesia.
2) Sedangkan landasan (faham, aliran atau ideologi) yang digunakan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan serta kedaulatan rakyat tersebut berbeda satu sama lain.
Kemudian, keberadaan partai politik-partai politik ini sesungguhnya untuk meramaikan pesta demokrasi sebagai tanda adanya atau berlangsungnya proses pemilihan umum. Dalam proses pemilihan umum ini, setidaknya terdapat 3 (tiga) tujuan pemilihan umum di Indonesia, antara lain:
v pertama, memungkinkan terjadinya pergantian pemerintah secara damai dan tertib;
v kedua, kemungkinan lembaga negara berfungsi sesuai dengan maksud UUD 1945;
v dan ketiga, untuk melaksanakan hak-hak asasi warga negara.
Dengan demikian, antara partai politik dengan pemilihan umum bagaikan dua sisi dalam mata uang yang sama. Mereka tidak dapat dipisahkan satu sama lain dikarenakan keduanya saling bergantungan dan mengisi.
Dari perjalanan sejarah kehidupan politik Indonesia tersebut, secara umum terdapat dua ciri utama yang mewarnai pendirian dan pergeseran masing-masing organisasi politik dan golongan fungsional yang ada, yaitu:
1) Kesamaan Cara untuk melaksanakan gerak kehidupan politik, organisasi politik dan golongan fungsional, yaitu didasarkan pada persatuan dan kesatuan yang bersumber pada kepentingan nasional dan bermuara pada kepentingan internasional. Untuk mewujudkan hal-hal tersebut ditempuh melalui prinsip adanya kedaulatan rakyat Indonesia.
2) Sedangkan landasan (faham, aliran atau ideologi) yang digunakan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan serta kedaulatan rakyat tersebut berbeda satu sama lain.
Kemudian, keberadaan partai politik-partai politik ini sesungguhnya untuk meramaikan pesta demokrasi sebagai tanda adanya atau berlangsungnya proses pemilihan umum. Dalam proses pemilihan umum ini, setidaknya terdapat 3 (tiga) tujuan pemilihan umum di Indonesia, antara lain:
v pertama, memungkinkan terjadinya pergantian pemerintah secara damai dan tertib;
v kedua, kemungkinan lembaga negara berfungsi sesuai dengan maksud UUD 1945;
v dan ketiga, untuk melaksanakan hak-hak asasi warga negara.
Dengan demikian, antara partai politik dengan pemilihan umum bagaikan dua sisi dalam mata uang yang sama. Mereka tidak dapat dipisahkan satu sama lain dikarenakan keduanya saling bergantungan dan mengisi.
2.1. Partai Politik dalam Era Orde Lama
Pada masa sesudah kemerdekaan,
Indonesia menganut sistem multi partai yang ditandai dengan hadirnya 25 partai
politik. Hal ini ditandai dengan Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16
Oktober 1945 dan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Menjelang
Pemilihan Umum 1955 yang berdasarkan demokrasi liberal bahwa jumlah parpol
meningkat hingga 29 parpol dan juga terdapat peserta perorangan.
Pada masa diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem kepartaian Indonesia dilakukan penyederhanaan dengan Penpres No. 7 Tahun 1959 dan Perpres No. 13 Tahun 1960 yang mengatur tentang pengakuan, pengawasan dan pembubaran partai-partai. Kemudian pada tanggal 14 April 1961 diumumkan hanya 10 partai yang mendapat pengakuan dari pemerintah, antara lain adalah sebagai berikut : PNI, NU, PKI, PSII, PARKINDO, Partai Katholik, PERTI MURBA dan PARTINDO. Namun, setahun sebelumnya pada tanggal 17 Agustus 1960, PSI dan Masyumi dibubarkan. Dengan berkurangnya jumlah parpol dari 29 parpol menjadi 10 parpol tersebut, hal ini tidak berarti bahwa konflik ideologi dalam masyarakat umum dan dalam kehidupan politik dapat terkurangi. Untuk mengatasi hal ini maka diselenggarakan pertemuan parpol di Bogor pada tanggal 12 Desember 1964 yang menghasilkan “Deklarasi Bogor.”
Pada masa diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem kepartaian Indonesia dilakukan penyederhanaan dengan Penpres No. 7 Tahun 1959 dan Perpres No. 13 Tahun 1960 yang mengatur tentang pengakuan, pengawasan dan pembubaran partai-partai. Kemudian pada tanggal 14 April 1961 diumumkan hanya 10 partai yang mendapat pengakuan dari pemerintah, antara lain adalah sebagai berikut : PNI, NU, PKI, PSII, PARKINDO, Partai Katholik, PERTI MURBA dan PARTINDO. Namun, setahun sebelumnya pada tanggal 17 Agustus 1960, PSI dan Masyumi dibubarkan. Dengan berkurangnya jumlah parpol dari 29 parpol menjadi 10 parpol tersebut, hal ini tidak berarti bahwa konflik ideologi dalam masyarakat umum dan dalam kehidupan politik dapat terkurangi. Untuk mengatasi hal ini maka diselenggarakan pertemuan parpol di Bogor pada tanggal 12 Desember 1964 yang menghasilkan “Deklarasi Bogor.”
2.2. Partai Politik dalam Era Orde
Baru
Dalam masa Orde Baru yang ditandai
dengan dibubarkannya PKI pada tanggal 12 Maret 1966 maka dimulai suatu usaha
pembinaan terhadap partai-partai politik. Pada tanggal 20 Pebruari 1968 sebagai
langkah peleburan dan penggabungan ormas-ormas Islam yang sudah ada tetapi
belum tersalurkan aspirasinya maka didirikannyalah Partai Muslimin Indonesia
(PARMUSI) dengan massa pendukung dari Muhammadiyah, HMI, PII, Al Wasliyah,
HSBI, Gasbindo, PUI dan IPM.
Selanjutnya pada tanggal 9 Maret
1970, terjadi pengelompokan partai dengan terbentuknya Kelompok Demokrasi
Pembangunan yang terdiri dari PNI, Partai Katholik, Parkindo, IPKI dan Murba.
Kemudian tanggal 13 Maret 1970 terbentuk kelompok Persatuan Pembangunan yang
terdiri atas NU, PARMUSI, PSII, dan Perti. Serta ada suatu kelompok fungsional
yang dimasukkan dalam salah satu kelompok tersendiri yang kemudian disebut
Golongan Karya.
Dengan adanya pembinaan terhadap parpol-parpol dalam masa Orde Baru maka terjadilah perampingan parpol sebagai wadah aspirasi warga masyarakat kala itu, sehingga pada akhirnya dalam Pemilihan Umum 1977 terdapat 3 kontestan, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serta satu Golongan Karya.
Hingga Pemilihan Umum 1977, pada masa ini peserta pemilu hanya terdiri sebagaimana disebutkan diatas, yakni 2 parpol dan 1 Golkar. Dan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memenangkan Pemilu. Hal ini mengingat Golkar dijadikan mesin politik oleh penguasa saat itu.
Dengan adanya pembinaan terhadap parpol-parpol dalam masa Orde Baru maka terjadilah perampingan parpol sebagai wadah aspirasi warga masyarakat kala itu, sehingga pada akhirnya dalam Pemilihan Umum 1977 terdapat 3 kontestan, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serta satu Golongan Karya.
Hingga Pemilihan Umum 1977, pada masa ini peserta pemilu hanya terdiri sebagaimana disebutkan diatas, yakni 2 parpol dan 1 Golkar. Dan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memenangkan Pemilu. Hal ini mengingat Golkar dijadikan mesin politik oleh penguasa saat itu.
3.1.
Sebab-sebab Diadakannya Perjanjian
Perjanjian adalah persetujuan
antar negara yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang
mengadakannya. Sebab-sebab diadakannya perjanjian tersebut berawal dari
kemarahan NICA yang menemukan kenyataan bahawa pemerintahan republic Indonesia
telah berjalan dengan efektif. Pihak NICA marah karena mereka merasa sebagai
pihak yang berhak menguasai Indonesia . Tentara NICA yang berhasil menyusup
masuk di antara pasukan Inggris kemudian berhasil membuat pemerintahan di
Jakarta dan memprovokasi bekas interniran untuk melakukan terror di wilayah republic
Indonesia. Selain itu, NICA juga berhasil mendaratkan 800 marinir Belanda di
Jakarta pada tanggal 30 Desember 1945 yang mendapat protes keras dari pihgak
Republik. Tindakan NICA dan tentara sekutu menimbulkan konflik bersenjata di
setiap wilayah.
3.2.
Perjanjian Linggarjati
Perundingan
Linggarjati berlangsung tanggal 10 November 1946 di Linggarjati. Perundingan
Linggarjati merupakan perundingan antara RI dengan Komisi Umum Belanda.
Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh PM. Syahrir. Delegasi Belanda
dipimpin oleh Schermerhorn. Perundingan Linggarjati dipimpin oleh Lord Killearn
di Inggris (sebagai perantara). Tanggal 15 November 1946 naskah persetujuan
Linggarjati diumumkan di Jakarta.
Hasil perundingan Linggarjati adalah sebagai berikut :
a. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura.
b. Belanda harus meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949
c. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara federal, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu Negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
d. RepubliK Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.
e. Pengakuan secara de facto Belanda terhadap RI, meliputi wilayah Jawa, Madura, dan Sumatera. Secara de Jure (hukum) status hubungan Internasional Indonesia tidak jelas, tidak ada penegasan dalam perjanjian apakah Indonesia dapat melakukan hubungan internasional atau tidak. Terjalinnya hubungan diplomasi dengan negara lain inilah yang memicu pertentangan lebih lanjut antara Indonesia-Belanda.
a. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura.
b. Belanda harus meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949
c. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara federal, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu Negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
d. RepubliK Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.
e. Pengakuan secara de facto Belanda terhadap RI, meliputi wilayah Jawa, Madura, dan Sumatera. Secara de Jure (hukum) status hubungan Internasional Indonesia tidak jelas, tidak ada penegasan dalam perjanjian apakah Indonesia dapat melakukan hubungan internasional atau tidak. Terjalinnya hubungan diplomasi dengan negara lain inilah yang memicu pertentangan lebih lanjut antara Indonesia-Belanda.
Terjadi pro dan kontra mengenai perjanjian Linggarjati
tetapi akhirnya Indonesia menandatangani perjanjian ini pada 25 Maret 1947
dengan alasan :
1. Adanya keyakinan bahwa bagaimanapun juga jalan damai merupakan jalan yang paling baik dan aman untuk mencapai tujuan Bangsa Indonesia.
2. Cara damai akan mendatangkan simpati dan dukungan internasional yang harus diperhitungkan oleh lawan.
3. Keadaan militer Indonesia yang masih lemah jika menyetujui perundingan memungkinkan Indonesia memperoleh kesempatan untuk memperkuat militer.
4. Jalan diplomasi dipandang sebagai jalan untuk memperjuangkan pengakuan kedaulatan dan penegakan Negara RI yang berdaulat.
1. Adanya keyakinan bahwa bagaimanapun juga jalan damai merupakan jalan yang paling baik dan aman untuk mencapai tujuan Bangsa Indonesia.
2. Cara damai akan mendatangkan simpati dan dukungan internasional yang harus diperhitungkan oleh lawan.
3. Keadaan militer Indonesia yang masih lemah jika menyetujui perundingan memungkinkan Indonesia memperoleh kesempatan untuk memperkuat militer.
4. Jalan diplomasi dipandang sebagai jalan untuk memperjuangkan pengakuan kedaulatan dan penegakan Negara RI yang berdaulat.
Pihak Belanda melanggar
perjanjian Linggarjati dengan melakukan serangan pada tanggal 21 Juli 1947 yang
dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I
Agersi Militer Belanda I (21
Juli- 5 Agustus 1947)
Agresi Militer Belanda I atau
Operasi Produk adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang
dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947.
Agresi yang merupakan pelanggaran dari Persetujuan Linggajati ini
menggunakan kode "Operatie Product”.
Agresi Militer
Belanda I dilatarbelakangi oleh perbedaan pendapat dan penafsiran yang semakin
memuncak mengenai ketentuan-ketentuan persetujuan Linggarjati. Pihak Belanda
beranggapan bahwa Republik Indonesia berkedudukan sebagai Negara persemakmurannya.
Sementara itu pihak Republik Indonesia beranggapan bahwa dirinya adalah sebuah
Negara merdeka yang berdaulat penuh. Belanda berpendapat bahwa kedaulatan
RI berada di bawah Belanda sehingga RI tidak boleh melakukan hubungan diplomasi
dengan negara lain. Belanda secara terang-terangan melanggar gencatan
senjata.
Tanggal 27 Mei
1947 Belanda menyampaikan nota/ ultimatum kepada Pemerintah RI yang harus
dijawab dalam waktu 14 hari (2 minggu). July 21 1947, Jam 06.00 komandan pos Ankatan
Laut Republik Indonesia (ALRI) di Pasir Putih yang berpangkat Letnan memberi
laporan lewat telepon ke markasnya di Panaroekan tentang munculnya Kapal kapal
perang Belanda, ia berpendapat kapal kapal itu melakukan Manuver.
Jam 10.04 pagi kapal pemburu
torpedo “Piet Hein” menghujani markas ALRI tersebut dengan tembakan
meriam.Dalam waktu 10 menit kapal itu memuntahkan kurang lebih 200 peluru
Britan. Itulah awal Pendaratan Pasukan Belanda di Pasir Poetih,yang bertugas
memutuskan hubungan ujung timur pulau Jawa dari bagian Jawa yang lainya dalam
Agresi Militer Belanda I. Sore harinya Kolone Biru (Colone Blauw/ E inco)
Belanda di bawah komando Lt.Kol. H.A.G. van der Hardt Aberson 15-11-1946 /
18-01-1948 bertolak dari Pasir Poetih menuju Jember lewat Panaroekan-Sitoebondo-Bondowoso.Pasukan
itu di awali dengan tank Sherman. Di kota Panaroekan-Sitoebondo meraka mendapat
perlawanan dari para pejuang Republik yang hanya bersaenjatakan tombak dan
granat tangan,mengingatkan meraka pada perang sucidi masa lampau,korban di
pihak para pejuang Republik sangat besar. Di selatan Sitoebondo Para pejuang
Republik berusaha menahan serangan dari dalam parit dan bunker buatan.tapi
karena kalah unggul dalam persenjataan, terpaksa mereka menarik
mundur.Pertempuran terakhir terjadi di Pabrik Gula Prajekan, dimana tersimpan
30.000 ton gula. Malamitu Kolone mariner tersebut menginap di dalam Bangunan
Pabrik.
Tujuan
dilakukan Agresi Militer Belanda I adalah sebagai berikut :
1) Mengepung
ibu kota dan menghancurkan kedaulatan Republik Indonesia (tujuan politik)
2) Merebut
pusat penghasilan makanan dan bahan eksport (tujuan ekonomi)
3) Menghancurkan
TNI (tujuan militer)
Reaksi dunia
dengan adanya Agresi Militer Belanda I yaitu, Pemerintah India dan Australia
mengajukan resolusi ke Dewan Keamanan PBB. Amerka Serikat mengeluarkan himbauan
agar pihak Belanda dan Republik Indonesia menghentikan tembak menebak. Polandia dan
Uni Soviet mendesak agar pasukan Belanda ditarik dari wilayah Republik
Indonesia. Akibat tekanan dari berbagai negara tersebut maka pada tanggal 4
Agustus 1947 Belanda bersedia menghentikan agresinya.
3.3. Perjanjian
Renville
Perjanjian Renville adalah
perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang
ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas
geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang
berlabuh di pelabuhan Tanjung
Priok, Jakarta.
Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan
ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN),
Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika
Serikat, Australia, dan Belgia.
Keinginan Belanda untuk terus memperluas wilayah kekuasaannya, yang kemudian dikenal dengan garis demarkasi Van Mook, yaitu garis terdepan dari pasukan Belanda setelah Agresi Militer sampai perintah genctan senjata Dewan Keamanan PBB tanggal 4 Agustus 1947. Untuk mengatasi konflik Indonesia-Belanda maka dibentuklah komisi jasa baik yaitu Komisi Tiga Negara (KTN). Tujuannya untuk membantu Indonesia-Belanda menyelesaikan konflik.
Dalam hal ini Belanda memilih Belgia yang diwakili oleh Paul van Zeeland. Indonesia memilih Australia yang diwakili oleh Richard Kirby. RI dan Belanda memilih Amerika Serikat yang diwakili oleh Frank Graham.
Akhirnya KTN dapat mempertemukan wakil-wakil Belanda dan RI di meja perundingan yaitu di kapal Renville milik USA yang berlabuh di Tanjung Priok pada 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948. Delegasi Indonesia dipimpin oleh PM. Amir Syarifuddin. Delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo. Penengah perundingan adalah KTN.
Isi persetujuan Renville adalah sebagai berikut:
1. Belanda tetap berkuasa sampai terbentuknya Republik Indonesia Serikat
2. RI sejajar kedudukannya dengan Belanda dalam Uni Indonesia Belanda.
3. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah federal sementara.
4. RI merupakan Negara bagian dalam RIS.
5. Dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun akan diadakan pemilihan umum untuk membentuk konstituante RIS.
6. Tentara Indonesia di daerah pendudukan Belanda harus dipindahkan ke daerah RI.
Sebenarnya banyak pemimpin Negara RI menolak persetujuan Renville tersebut tetapi akhirnya mereka bersedia menyetujui. Hal tersebut dikarenakan adanya pertimbangan sebagai berikut:
a. Persediaan amunisi yang menipis
b. Adanya kepastian bahwa penolakan berarti serangan baru dari pihak Belanda secara lebih hebat.
c. Adanya keterangan dari KTN bahwa itulah maksimum yang dapat mereka lakukan.
d. Tidak adanya jaminan bahwa Dewan Keamanan PBB dapat menolong.
e. Bagi RI menandatangani persetujuan Renville merupakan kesempatan yang baik untuk membina kekuatan militer.
f. Timbul simpati dunia yang semakin besar karena RI selalu bersedia menerima petunjuk KTN,
Akibat dari perjanjian Renville :
Keinginan Belanda untuk terus memperluas wilayah kekuasaannya, yang kemudian dikenal dengan garis demarkasi Van Mook, yaitu garis terdepan dari pasukan Belanda setelah Agresi Militer sampai perintah genctan senjata Dewan Keamanan PBB tanggal 4 Agustus 1947. Untuk mengatasi konflik Indonesia-Belanda maka dibentuklah komisi jasa baik yaitu Komisi Tiga Negara (KTN). Tujuannya untuk membantu Indonesia-Belanda menyelesaikan konflik.
Dalam hal ini Belanda memilih Belgia yang diwakili oleh Paul van Zeeland. Indonesia memilih Australia yang diwakili oleh Richard Kirby. RI dan Belanda memilih Amerika Serikat yang diwakili oleh Frank Graham.
Akhirnya KTN dapat mempertemukan wakil-wakil Belanda dan RI di meja perundingan yaitu di kapal Renville milik USA yang berlabuh di Tanjung Priok pada 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948. Delegasi Indonesia dipimpin oleh PM. Amir Syarifuddin. Delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo. Penengah perundingan adalah KTN.
Isi persetujuan Renville adalah sebagai berikut:
1. Belanda tetap berkuasa sampai terbentuknya Republik Indonesia Serikat
2. RI sejajar kedudukannya dengan Belanda dalam Uni Indonesia Belanda.
3. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah federal sementara.
4. RI merupakan Negara bagian dalam RIS.
5. Dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun akan diadakan pemilihan umum untuk membentuk konstituante RIS.
6. Tentara Indonesia di daerah pendudukan Belanda harus dipindahkan ke daerah RI.
Sebenarnya banyak pemimpin Negara RI menolak persetujuan Renville tersebut tetapi akhirnya mereka bersedia menyetujui. Hal tersebut dikarenakan adanya pertimbangan sebagai berikut:
a. Persediaan amunisi yang menipis
b. Adanya kepastian bahwa penolakan berarti serangan baru dari pihak Belanda secara lebih hebat.
c. Adanya keterangan dari KTN bahwa itulah maksimum yang dapat mereka lakukan.
d. Tidak adanya jaminan bahwa Dewan Keamanan PBB dapat menolong.
e. Bagi RI menandatangani persetujuan Renville merupakan kesempatan yang baik untuk membina kekuatan militer.
f. Timbul simpati dunia yang semakin besar karena RI selalu bersedia menerima petunjuk KTN,
Akibat dari perjanjian Renville :
Wilayah
Indonesia menjadi semakin sempit. Bagi kalangan politik, hasil
perundingan ini memperlihatkan kekalahan perjuangan diplomasi. Bagi TNI, hasil
perundingan ini menyebabkan sejumlah wilayah pertahanan yang telah susah payah
dibangun harus ditinggalkan. Muncul berbagai ketidak puasan akibat perundingan
ini.
Sementara
itu Belanda membentuk Negara-negara bonekanya yang terhimpun dalam organisasi
BFO (Bijeenkomst voor Federal Overlg) yang disiapkan untuk pertemuan musyawarah
federal.
Suasana perundingan melalui penengah KTN pada awal Desember 1948 memulai
menemui jalan buntu. Pada tanggal 11 Desember 1948, Belanda mengatakan bahwa
tidak mungkin lagi dicapai persetujuan antara kedua belah pihak. Empat hari
kemudian Wakil Presiden Mohammad Hatta meminta KTN untuk mengatur perundingan
dengan Belanda. tetapi Belanda menjawab pada tanggal 18 Desember 1948, pukul
23:00 malam, bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan Persetujuan Renville.
Lewat tengah malam atau tanggal 19 Desember 1948 pagi, tentara Belanda
diterjunkan di lapangan terbang Maguwo, yang dikenal dengan istilah Aksi
Militer Belanda II (2nd Dutch Military Action).
Reaksi internasional atas serangan Belanda terhadap Republik pada tanggal
19 Desember 1948 sangat keras. Negara-negara Asia, Timur Tengah dan Australia
mengutuk serangan itu dan memboikot Belanda dengan cara menutup lapangan
terbang mereka bagi pesawat Belanda. Dalam sidangnya pada tanggal 22 Desember
1948 Dewan Keamanan PBB memerintahkan penghentian tembak menembak kepada
tentara Belanda dan Republik Inodnesia. Atas usul India dan Birma, Konferensi
Asia mengenai Indonesia diadakan di New Delhi pada tanggal 20 Desember 1949.
Amerika Serikat, Kuba, dan Norwegia mendesak Dewan Keamanan untuk membuat
resolusi yang mengharuskan dilanjutkannya
perundingan.
Pada tanggal 24 Januari 1948, Konferensi Asia di New Delhi mengirimkan
resolusi kepada Dewan Keamanan PBB, yang antara lain menuntut dipulihkannya
Pemerintah Republik ke Yogyakarta; dibentuknya Pemerintahan Interim; ditariknya
tentara Belanda dari seluruh Indonesia; dan diserahkannya kedaulatan kepada
Pemerintah Indonesia Serikat, pada tanggal 1 Januari 1950.
Atas usul Amerika Serikat, Tiongkok, Kuba, dan Norwegia, pada tanggal 28
Januari
1949, Dewan
Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang mengharuskan kedua belah pihak
menghentikan permusuhan, dipulihkannya pemerintah pusat Republik Indonesia ke
Yogyakarta; dilanjutkannya perundingan; dan diserahkannya kedaulatan kepada
Indonesia pada waktu yang disepakati.
Agresi Militer Belanda II
Agresi Militer Belanda II atau
Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang
diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu,
serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan
beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik
Indonesia di Sumatra yang
dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.
Agresi Militer Belanda II dilatar belakangi oleh Belanda masih ingin menguasai Indonesia dan berusaha untuk mengingkari perjanjian Renville. 18 Desember 1948 Belanda mengeluarkan surat pernyataan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan persetujuan gencatan perang Renville. Tetapi surat pernyataan tersebut tidak dapat disampaikan ke pemerintahan pusat di Yogyakarta sebab dilarang oleh Belanda.
Pelaksanaan Agresi Militer Belanda II yaitu:
1. Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan serangan terhadap kota Yogyakarta.
2. Tepatnya pada pukul 05.30 Belanda melakukan aksi membom pangkalan udara Maguwoharjo (Lapangan Udara Adisucipto) yang dilanjutkan dengan menghancurkan bangunan-bangunan penting dan akhirnya merambat ke pusat kota Yogyakarta dan berhasil menguasainya.
3. Belanda berhasil menawan presiden Soekarno, wakil presiden Moh Hatta, Syahrir (penasehat presiden),H. Agus Salim (Menlu).
4. Sebelum ditawan presiden berhasil mengirimkan surat pemberian kekuasaan kepada Menetri Kemakmuran Syafruddin (Syarifuddin) Prawironegoro untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI) di Sumatera. Jika Syarifuddin tidak dapat menjalankan tugasnya maka presiden memerintahkan kepada Sudarsono, L.N. Palar, dan A.A Maramis yang ada di New Delhi untuk membentuk pemerintahan RI di India.
5. Belanda akhirnya menguasai Yogyakarta dan TNI berhasil dipukul mundur hingga ke desa-desa.
6. Belanda menganggap TNI telah kalah tetapi ternyata TNI dapat tetap mengumpulkan kekuatan untuk melawan Belanda.
7. Sementara Belanda menyiarkan kabar ke seluruh dunia bahwa TNI sudah lemah dan RI sudah tidak ada lagi.
8. Belanda melakukan sensor pers agar berita tersebut tidak tersiar keluar. Tetapi ternyata dari radio gerilya Indonesia dapat disiarkan berita perlawanan rakyat hingga ke luar negeri.
9. Akhirnya setelah 1 bulan dari agresi tersebut TNI mulai melakukan gerakan menyerang kota-kota. Serangan yang terkenal adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, dan berhasil menduduki kota Yogyakarta. Hal tersebut membuktikan kepada dunia bahwa TNI tidak hancur mereka masih mempunyai kemampuan bahkan mampu menyerang Belanda. Sehingga Belanda akhirnya mau membicarakan dalam meja perundingan.
Tujuan Belanda menyelenggarakan Agresi Militer II yaitu Belanda ingin menujukkan kepada dunia bahwa pemerintah Republik Indonesia dan TNI secara de facto tidak ada lagi. Tindakan perjuangan secara diplomatik yang dilakukan untuk menggagalkan tujuan Belanda, yaitu :
a. Menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Agresi Militer Belanda II merupakan tindakan melanggar perjanjian damai (hasil Perundingan Renville)
b. Meyakinkan dunia bahwa Indonesia cinta damai, terbukti dengan sikap menaati hasil Perundingan Renville dan penghargaan terhadap KTN.
c. Membuktikan bahwa Republik Indonesia masih ada. Hal ini ditunjukkan dengan eksistensi PDRI dan keberhasilan TNI menguasai Yogyakarta selama enam jam pada Serangan Umum 1 Maret 1949.
Upaya Indonesia menarik simpati Amerika serikat hingga akhirnya mendesak Belanda untuk menarik mundur pasukannya dari wilayah Indonesia. Dewan Keamanan PBB juga mendesak Belanda untuk menghentikan operasi militer dan membebaskan para pemimpin Indonesia. Desakan tersebut membuat Belanda mengakhiri agresi militer II.
Agresi Militer Belanda II dilatar belakangi oleh Belanda masih ingin menguasai Indonesia dan berusaha untuk mengingkari perjanjian Renville. 18 Desember 1948 Belanda mengeluarkan surat pernyataan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan persetujuan gencatan perang Renville. Tetapi surat pernyataan tersebut tidak dapat disampaikan ke pemerintahan pusat di Yogyakarta sebab dilarang oleh Belanda.
Pelaksanaan Agresi Militer Belanda II yaitu:
1. Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan serangan terhadap kota Yogyakarta.
2. Tepatnya pada pukul 05.30 Belanda melakukan aksi membom pangkalan udara Maguwoharjo (Lapangan Udara Adisucipto) yang dilanjutkan dengan menghancurkan bangunan-bangunan penting dan akhirnya merambat ke pusat kota Yogyakarta dan berhasil menguasainya.
3. Belanda berhasil menawan presiden Soekarno, wakil presiden Moh Hatta, Syahrir (penasehat presiden),H. Agus Salim (Menlu).
4. Sebelum ditawan presiden berhasil mengirimkan surat pemberian kekuasaan kepada Menetri Kemakmuran Syafruddin (Syarifuddin) Prawironegoro untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI) di Sumatera. Jika Syarifuddin tidak dapat menjalankan tugasnya maka presiden memerintahkan kepada Sudarsono, L.N. Palar, dan A.A Maramis yang ada di New Delhi untuk membentuk pemerintahan RI di India.
5. Belanda akhirnya menguasai Yogyakarta dan TNI berhasil dipukul mundur hingga ke desa-desa.
6. Belanda menganggap TNI telah kalah tetapi ternyata TNI dapat tetap mengumpulkan kekuatan untuk melawan Belanda.
7. Sementara Belanda menyiarkan kabar ke seluruh dunia bahwa TNI sudah lemah dan RI sudah tidak ada lagi.
8. Belanda melakukan sensor pers agar berita tersebut tidak tersiar keluar. Tetapi ternyata dari radio gerilya Indonesia dapat disiarkan berita perlawanan rakyat hingga ke luar negeri.
9. Akhirnya setelah 1 bulan dari agresi tersebut TNI mulai melakukan gerakan menyerang kota-kota. Serangan yang terkenal adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, dan berhasil menduduki kota Yogyakarta. Hal tersebut membuktikan kepada dunia bahwa TNI tidak hancur mereka masih mempunyai kemampuan bahkan mampu menyerang Belanda. Sehingga Belanda akhirnya mau membicarakan dalam meja perundingan.
Tujuan Belanda menyelenggarakan Agresi Militer II yaitu Belanda ingin menujukkan kepada dunia bahwa pemerintah Republik Indonesia dan TNI secara de facto tidak ada lagi. Tindakan perjuangan secara diplomatik yang dilakukan untuk menggagalkan tujuan Belanda, yaitu :
a. Menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Agresi Militer Belanda II merupakan tindakan melanggar perjanjian damai (hasil Perundingan Renville)
b. Meyakinkan dunia bahwa Indonesia cinta damai, terbukti dengan sikap menaati hasil Perundingan Renville dan penghargaan terhadap KTN.
c. Membuktikan bahwa Republik Indonesia masih ada. Hal ini ditunjukkan dengan eksistensi PDRI dan keberhasilan TNI menguasai Yogyakarta selama enam jam pada Serangan Umum 1 Maret 1949.
Upaya Indonesia menarik simpati Amerika serikat hingga akhirnya mendesak Belanda untuk menarik mundur pasukannya dari wilayah Indonesia. Dewan Keamanan PBB juga mendesak Belanda untuk menghentikan operasi militer dan membebaskan para pemimpin Indonesia. Desakan tersebut membuat Belanda mengakhiri agresi militer II.
3.4.
Perjanjian Roem-Royen
Perjanjian
Roem Royen adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang
ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949, kemudian dibacakan kesanggupan kedua
belah pihak untuk melaksanakan resolusi dewan keamanan PBB tertanggal 28
januari 1949 dan persetujuannya tanggal 23 Maret 1949.
Guna menjamin terlaksananya penghentian Agresi Militer Belanda II maka PBB menganti KTN dengan membentuk UNCI (United Nations Comission for Indonesia) yaitu komisi PBB untuk Indonesia.
Komisi ini selanjutnya mempertemukan Indonesia dan Belanda ke meja perundingan pada tanggal 14 April 1949. Dimana Delegasi RI dipimpin oleh Mr. Moh. Roem (ketua), Mr. Ali sastro Amijoyo (wakil) sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. J. H Van Royen. Perundingan diadakan di Hotel Des Indes Jakarta dipimpin oleh Merle Cochran, anggota komisi dari Amerika Serikat.
Perundingan ini mengalami hambatan sehingga baru pada awal Mei 1949 terjadi kesepakatan. Isi Perjanjian Roem-Royen (Roem-Royen Statement) sebagai berikut:
a. Delegasi Indonesia menyatakan kesediaan pemerintah RI untuk:
1) Pemerintah Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya.
2) Bekerjasama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
3) Turut serta dalam KMB di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.
b. Pernyataan Delegasi Belanda yang dibacakan oleh Dr. H.J. Van Royen yaitu:
1) Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah RI harus bebas dan leluasa melakukan jabatan sepatutnya dalam satu daerah meliputi karisidenan Yogyakarta.
2) Pemerintah Belanda membebaskan tak bersyarat pemimpin-pemimpin dan tahanan politik yang tertangkap sejak 19 Desember 1948.
3) Pemerintah Belanda menyetujui RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat
Guna menjamin terlaksananya penghentian Agresi Militer Belanda II maka PBB menganti KTN dengan membentuk UNCI (United Nations Comission for Indonesia) yaitu komisi PBB untuk Indonesia.
Komisi ini selanjutnya mempertemukan Indonesia dan Belanda ke meja perundingan pada tanggal 14 April 1949. Dimana Delegasi RI dipimpin oleh Mr. Moh. Roem (ketua), Mr. Ali sastro Amijoyo (wakil) sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. J. H Van Royen. Perundingan diadakan di Hotel Des Indes Jakarta dipimpin oleh Merle Cochran, anggota komisi dari Amerika Serikat.
Perundingan ini mengalami hambatan sehingga baru pada awal Mei 1949 terjadi kesepakatan. Isi Perjanjian Roem-Royen (Roem-Royen Statement) sebagai berikut:
a. Delegasi Indonesia menyatakan kesediaan pemerintah RI untuk:
1) Pemerintah Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya.
2) Bekerjasama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
3) Turut serta dalam KMB di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.
b. Pernyataan Delegasi Belanda yang dibacakan oleh Dr. H.J. Van Royen yaitu:
1) Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah RI harus bebas dan leluasa melakukan jabatan sepatutnya dalam satu daerah meliputi karisidenan Yogyakarta.
2) Pemerintah Belanda membebaskan tak bersyarat pemimpin-pemimpin dan tahanan politik yang tertangkap sejak 19 Desember 1948.
3) Pemerintah Belanda menyetujui RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat
4) KMB di Den Haag akan diadakan
selekasnya sesudah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
Sejak bulan Juni 1949, berlangsung persiapan pemulihan pemerintahan Indonesia di Yogyakarta. Persiapan itu berlangsung di bawah pengawasan UNCI. Sejak tanggal 24-29 Juni 1949, tentara Belanda ditarik dari Yogyakarta. TNI akhirnya memasuki kota Yogyakarta. Pada 6 Juni 1949, presiden, wakil presiden, serta para pemimpin lainnya kembali ke Yogyakarta.
Sebagai tindak lanjut perjanjian Roem-Royen, pada tanggal 22 Juni 1949 diadakan perundingan antara RI, BFO, dan Belanda yang hasilnya sebagai berikut.
a. Tanggal 24 Juni 1949, keresidenan Yogyakarta dikosongkan oleh tentara Belanda. Pada tanggal 1 Juli 1949, pemerintah RI kembali ke Yogyakarta setelah tentara Republik menguasai sepenuhnya.
b. Mengenai penghentian permusuhan akan dibahas setelah kembalinya pemerintahan RI ke Yogayakarta
Sejak bulan Juni 1949, berlangsung persiapan pemulihan pemerintahan Indonesia di Yogyakarta. Persiapan itu berlangsung di bawah pengawasan UNCI. Sejak tanggal 24-29 Juni 1949, tentara Belanda ditarik dari Yogyakarta. TNI akhirnya memasuki kota Yogyakarta. Pada 6 Juni 1949, presiden, wakil presiden, serta para pemimpin lainnya kembali ke Yogyakarta.
Sebagai tindak lanjut perjanjian Roem-Royen, pada tanggal 22 Juni 1949 diadakan perundingan antara RI, BFO, dan Belanda yang hasilnya sebagai berikut.
a. Tanggal 24 Juni 1949, keresidenan Yogyakarta dikosongkan oleh tentara Belanda. Pada tanggal 1 Juli 1949, pemerintah RI kembali ke Yogyakarta setelah tentara Republik menguasai sepenuhnya.
b. Mengenai penghentian permusuhan akan dibahas setelah kembalinya pemerintahan RI ke Yogayakarta
c. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan di
Den Haag
3.5. Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar dilatarbelakangi oleh
usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat
kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian
mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi,
lewat perundingan Linggarjati, perjanjian
Renville, perjanjian Roem-van Roijen, dan
Konferensi Meja Bundar.
Realisasi dari perjanjian Roem-Royen adalah diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda. Konferensi tersebut berlangsung selama 23 Agustus sampai 2 November 1949. Konferensi ini diikuti oleh delegasi Indonesia, BFO, Belanda, dan UNCI.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid dari Pontianak. Delegasi Belanda diketuai oleh J. H Van Maarseveen. Sebagai penengah adalah wakil dari UNCI oleh Critley R. Heremas dan Marle Cochran.
Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah:
Serahterima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagia
barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serahterima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
Realisasi dari perjanjian Roem-Royen adalah diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda. Konferensi tersebut berlangsung selama 23 Agustus sampai 2 November 1949. Konferensi ini diikuti oleh delegasi Indonesia, BFO, Belanda, dan UNCI.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid dari Pontianak. Delegasi Belanda diketuai oleh J. H Van Maarseveen. Sebagai penengah adalah wakil dari UNCI oleh Critley R. Heremas dan Marle Cochran.
Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah:
Serahterima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagia
barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serahterima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia,
dengan monarch Belanda sebagai kepala Negara Pengambil alihan hutang Hindia
Belanda oleh Republik Indonesia Serikat. Pelaksanaan KMB terus dipantau oleh
Badan Pekerja KNIP. Pada tanggal 23 Oktober 1949 Badan Pekerja KNIP telah
menerima keterangan pemerintah mengenai pembicaraan dalam sidang-sidang KMB
yang disampaikan oleh Wakil Perdana Menteri Sri Sultan Hamengkubuono IX. Hal
lengkap KMB disampaikan Perdana Menteri Mohammad Hatta pada Sidang Pleno KNIP
tanggal 6 hingga 15 Desember 1949. KNIP menerima hasil KMB dengan 226 setuju,
62 tidak setuju, dan 31 suara blangko. PErsetujuan KNIP itu diberikan dalam dua
bentuk, yakni sebuah maklumat dan dua buah undang-undang. Maklumat KNIP
diumumkan Presiden RI pada tanggal 14 Desember 1949, berisi tentang negara Repbulik
Indonesia Serikat memegang kedaulatan atas seluruh wilayah; dan bahwa alat
perlengkapan RI disumbangkan kepada RIS untuk menegakkan kedaulatannya.
Dua undang-undang yang disetujui KNIP adalah
Undang-Undang No. 10 yang berisi mengenai Induk Persetujuan KMB dan masalah
kedaulatan dari Belanda kepada RIS. SEdangkan Undang-Undang No. 11 berisi
mengenai draf final Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Persetujuan KNIP
atas hasil KMB melancarkan jalan bagi terbentuknya Republik Indonesia Serikat,
sebagaimana diharuskan oleh KMB. Pada tanggal 14 Desember 1949 delegasi RI dan
delegasi negara-negara bagian, yang tergabung dalam BFO menandatangani Piagam
Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Dengan piagam ini resmilah pula
negara-negara tersebut menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat.
Pada
tanggal 15 Desember 1949, Dewan Pemilih Presiden RIS dibentuk. Dewan ini
diketuai oleh Mr. Mohammad Roem. Pada tanggal 16 Desember dewan ini memilih
calon tunggal Ir. Soekarno sebagai Presiden RIS. Pelantikan dilaksanakan di
Siti Hinggil, Kraton Kesultanan Yogyakarta para tanggal 17 Desember 1949.
Selanjutnya Presiden Soekarno secara resmi menunjuk Drs. Mohammad Hatta sebagai
formatur kabinet. Pada tanggal 20 Desember Kabinet RIS yang dipimpin oleh
Perdana Menteri Mohammad Hatta dilantik. Karena Presiden RI, Soekarno dan WAkil
PResiden, Mohammad Hatta menduduki jabatan barunya dalam RIS, maka untuk
melaksanakan fungsinya di Negara Republik Indonesia, ditunjuk Mr. Assaat
sebagai pejabat (Acting) Presiden RI yang tetap berkedudukan di Yogyakarta.
Republik Indonesia dalam status sebagai negara bagian RIS dikenal juga sebagai
RI Yogyakarta dengan dr. Abdul Halim sebagai Perdana Menteri.
Dengan telah selesainya pembentukan RIS dan
kabinetnya, maka "penyerahan kedaulatan" dari tangan Belanda kepada
RIS sebagaimana diatur dalam KMB dapat dilaksanakan. Pemerintah RIS menunjuk
Perdana Menteri Mohammad Hatta untuk memimpin delegasi RI ke negeri Belanda
untuk menerima naskah penyerahan kedaulatan langsung dari Ratu Yuliana.
Sedangkan di Jakarta wakil RIS, Sei Sultan Hamengkubuwono IX menerimanya dari
Wakil Mahkota Belanda A.H.J Lovink. Upacara dilaksanakan di dua tempat secara
bersamaaan pada tanggal 27 Desember 1949.
BAB III
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil kerja
keras dari seluruh wilayah Indonesia. Kedaulatan yang diraih adalah sebuah
perjuangan tiap-tiap daerah pada masa revolusi. Upaya bangsa Indonesia untu
memepertahankan kemerdekaan dilakukan melalui 2 cara, yaitu upaya diplomasi dan
fisik (konfrontasi). Salah satu upaya mempertahankan keutuhan RI melalui jalur
diplomasi yaitu diadakannya perjanjian-perjanjian
Pada periode awal kemerdekaan, partai politik dibentuk dengan derajat kebebasan yang luas bagi setiap warga negara untuk membentuk dan mendirikan partai politik. Bahkan, banyak juga calon-calon independen yang tampil sendiri sebagai peserta pemilu 1955. Sistem multi partai terus dipraktikkan sampai awal periode Orde Baru sejak tahun 1966. Padal pemilu 1971, jumlah partai politik masih cukup banyak. Tetapi pada pemilu 1977, jumlah partai politik mulai dibatasi hanya tiga saja. Bahkan secara resmi yang disebut sebagai partai politik hanya dua saja, yaitu PPP dan PDI. Sedangkan Golkar tidak disebut sebagai partai politik, melainkan golongan karya saja.
4.2. Saran-Saran
Pada periode awal kemerdekaan, partai politik dibentuk dengan derajat kebebasan yang luas bagi setiap warga negara untuk membentuk dan mendirikan partai politik. Bahkan, banyak juga calon-calon independen yang tampil sendiri sebagai peserta pemilu 1955. Sistem multi partai terus dipraktikkan sampai awal periode Orde Baru sejak tahun 1966. Padal pemilu 1971, jumlah partai politik masih cukup banyak. Tetapi pada pemilu 1977, jumlah partai politik mulai dibatasi hanya tiga saja. Bahkan secara resmi yang disebut sebagai partai politik hanya dua saja, yaitu PPP dan PDI. Sedangkan Golkar tidak disebut sebagai partai politik, melainkan golongan karya saja.
4.2. Saran-Saran
Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil kerja
keras dari seluruh wilayah Indonesia. Kedaulatan yang diraih adalah sebuah
perjuangan tiap-tiap daerah pada masa revolusi. Upaya bangsa Indonesia untu
memepertahankan kemerdekaan dilakukan melalui 2 cara, yaitu upaya diplomasi dan
fisik (konfrontasi). Salah satu upaya mempertahankan keutuhan RI melalui jalur
diplomasi yaitu diadakannya perjanjian-perjanjian dan ,Sebaiknya, sistem multipartai tetap
dipertahankan dengan tetap memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
mendirikan partai politik baru, namun perlu juga memperhatikan
ketentuan-ketentuan dalam berpolitik agar tidak terjadi penyimpangan terhadap
wadah aspirasi rakyat tersebut.
kak kenapa tidak disertakan daftar pustakanya..??
BalasHapusMGM Resorts Casino & Resort, Las Vegas NV, US
BalasHapusMGM Resorts Casino & Resort, Las Vegas NV, US. Find 오산 출장안마 a new EQC 2021 show 거제 출장샵 schedule, search 남원 출장샵 for tickets online or on the go. 김제 출장마사지 Rating: 3.7 · 16,990 votes 고양 출장샵